Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PERGUMULAN YESUS KRISTUS DI TAMAN GETSEMANI

Pdt. Ir. Andi Halim, M.Th.
PERGUMULAN YESUS KRISTUS DI TAMAN GETSEMANI

PERGUMULAN YESUS KRISTUS DI TAMAN GETSEMANI

Injil Lukas :22:39 Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia.
22:40 Setelah tiba di tempat itu Ia berkata kepada mereka: "Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan."
22:41 Kemudian Ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa, kata-Nya:
22:42 "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi."
22:43 Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya.
22:44 Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.
22:45 Lalu Ia bangkit dari doa-Nya dan kembali kepada murid-murid-Nya, tetapi Ia mendapati mereka sedang tidur karena dukacita.
22:46 Kata-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan."

Bagian ini mengandung beberapa hal yang membuat orang memiliki penafsiran berbeda-beda. Hari ini saya akan meluruskan dengan maksud melihat kekonsistenan dari karya Yesus Kristus dan menanggapi tafsiran yang tidak bertanggung jawab.
Ada penafsir yang mengatakan ketika Yesus Kristus di taman Getsemani, Ia mengalami goncangan iman. Jika demikian maka berarti Yesus Kristus meragukan misi-Nya datang ke dunia. Apakah benar Kristus mengalami goncangan iman? Penafsir yang setuju penafsiran ini mengatakan bahwa bagian ini bicara mengenai kemanusiaan Yesus Kristus. Ketakutan Yesus Kristus menunjukkan Dia adalah manusia sama seperti kita.
Tafsiran seperti ini sangat merendahkan Yesus Kristus. Karena Kristus beda dengan kita. Kristus adalah Allah yang menjadi manusia. Kalau Kristus sama seperti manusia berarti Ia bisa mengalami kelemahan-kelamahan seperti kita. Kita bisa meragukan janji Tuhan. Sedangkan Yesus Kristus adalah Allah yang tidak mungkin meragukan Allah. Kita meragukan Allah karena kita adalah manusia berdosa. Kita bisa berpikir negatif dan melawan kehendak Allah. Tetapi jika Kristus ditafsirkan sama seperti kita yang bisa tidak percaya janji Bapa, ini adalah hal yang tidak mungkin.
Mengapa tidak mungkin? Ketakutan Yesus Kristus di sini takut apa? Ada penafsir mengatakan bahwa Yesus Kristus sangat takut menghadapi penderitaan jasmani yang Ia hadapi (penderitaan dicambuk, diberikan mahkota duri, memikul salib, disiksa). Ada juga yang menafsirkan Kristus takut ditinggalkan murid-murid-Nya, Ia sedih. Ada juga Pendeta yang mengatakan hal yang paling membuat Yesus Kristus tidak tahan yaitu diludahi. Semua ini tafsiran yang keterlaluan.
Lalu bagaimana kita melihat Kristus dan pergumulan-YESUS KRISTUS?

Pertama, kita lihat Matius.16:21. Di sini Tuhan Yesus sudah tahu jika Ia akan ditangkap dan dibunuh di Yerusalem. Jika Yesus memang takut menghadapi penderitaan ini, seharusnya Ia sudah menghindarinya. Ini respon umum dari kita manusia. Tuhan Yesus sudah tahu akan dibunuh, tetapi Ia malah datang ke Yerusalem. Pada saat Kristus menyatakan nubuat-Nya bahwa Anak Manusia akan menderita, dibunuh dan pada hari ketiga akan bangkit, justru rasul Petruslah yang membela-Nya. Petrus langsung menarik tangan Yesus dan berkata, “kiranya hal ini dijauhkan dari pada-Mu.” Ini adalah kalimat wajar dari seorang murid yang mencintai guru-Nya. Namun Yesus Kristus justru mengatakan, “Enyahlah engkau iblis, engkau menjadi batu sandungan.” Ini menunjukkan ketetapan Yesus untuk pergi ke Yerusalem jelas sekali. Yesus Kristus jelas dengan misi-Nya datang ke dunia. Kristus datang ke dunia tahu mau melakukan apa, berbeda dengan kita. Semua orang yang lahir ke dunia tidak tahu apa tujuan hidupnya. Ia baru tahu setelah dididik oleh keluarga dan masyarakat di sekelilingnya. Kita manusia baru bisa mengetahui apa tujuan hidup kita setelah Allah mencelikkan mata rohani kita.
Yesus Kristus punya pra-eksistensi. Sebelum datang ke dunia Yesus Kristus sudah ada. Ia tahu tujuan-Nya datang ke dunia, untuk menjadi Penebus dosa. Ia datang dengan tujuan yang jelas. Karena itu penafsir yang mengatakan Yesus takut disiksa terlalu memanusiakan dan merendahkan Yesus Kristus. Ini salah! Yesus Kristus bukan manusia yang diangkat menjadi Allah.

Yesus Kristus adalah manusia sejati dan Allah sejati. Alkitab mengatakan, “Walaupun dalam rupa Allah Ia tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan. Ia mengosongkan diri-Nya.” Maksud mengosongkan Diri adalah menahan keilahian-Nya untuk tidak diekspos keluar. Bukan berarti Yesus tidak ada Allahnya, tetapi ke-Allah-an-Nya tidak diekspos keluar. Maka ada mekanisme antara ke-Allah-an dan ke-Manusia-an-Nya yang bisa bergantian mendominasi hidup. Ini yang merupakan misteri dan waktu-Nya. “Waktu-Nya sudah tiba” artinya momentum / waktunya Yesus untuk bertindak. Suatu waktu Yesus bisa meredakan ombak dengan sekali teriakan langsung tenang. Ia bisa membangkitkan orang mati, memberi makan 5000 orang. Ini semua adalah momentum-momentum ke-Allah-an Yesus Kristus yang dilakukan pada waktu-Nya.

Kedua, lihat Matius.10:28. Dari kata-kata ini Yesus Kristus jelas mengatakan siapa yang harus ditakuti, bukan manusia yang bisa membunuh tubuh tetapi Dia yang bisa membunuh jiwa. Kalau Yesus takut mati, berarti Ia tidak konsisten dengan ajaran-Nya. Tubuh mati tidak masalah karena memang kita kembali ke rumah Bapa. Jadi jelas Yesus bukan takut mati dan disiksa. Saya bukan mengecilkan penderitaan Kristus. Karena kalau mau dilihat mengenai penderitaan-Nya, seluruh hidup Yesus Kristus adalah penderitaan-Nya.
Sekarang, apa yang menjadi pergumulan Yesus Kristus di taman Getsemani? Penderitaan jasmani Yesus Kristus bukanlah menebus dosa. Karena jika penderitaan jasmani untuk menebus dosa maka kita bisa melakukannya sendiri. Kita tinggal menyiksa diri supaya dosa kita dihapus. Ada agama-agama tertentu yang sengaja menyiksa diri supaya dikasihani allahnya. Penderitaan jasmani Yesus memang ada tetapi bukan poin penebusan.
Yesus Kristus juga bukan takut ditinggal oleh murid-murid-Nya (Yoh.6:66,67). Orientasi pelayanan Kristus adalah kebenaran. Orang yang mau lari dari kebenaran dan meninggalkan Yesus Kristus , silakan! Yesus bukan orientasi komersial. Orang yang berorientasi terhadap kebenaran tidak perlu takut orang lain meninggalkannya. Orang yang berpegang pada kebenaran tidak takut orang datang dan pergi. Gereja juga seharusnya demikian. Bukan berarti gereja tidak mempedulikan jemaat tetapi maksudnya gereja tidak boleh punya motif komersial supaya gereja laris. Kita tetap beritakan kebenaran dengan setia. Orang mau belajar kebenaran, welcome, tetapi yang mau pergi setelah mendengar kebenaran, silakan. Banyak Pendeta kompromi dengan kebenaran hanya supaya orang banyak datang. Yesus tidak pernah takut murid-murid-Nya meninggalkan-Nya. Yesus tidak berharap kepada murid-murid-Nya. Yesus pernah berkata bahwa Ia tidak pernah mempercayakan Diri-Nya kepada manusia karena Ia tahu siapa manusia. Jadi, Yesus Kristus adalah Guru yang paling agung dan konsisten dengan setiap kata-kata-Nya. Karena itu jika ditafsirkan bahwa Yesus takut ditinggal murid-murid, Ia akan menjadi Guru yang tidak konsisten. Demikian juga jika Yesus Kristus pada waktu itu menyangkali apa yang menjadi misi-Nya, maka pada waktu itu Yesus Kristus sudah berdosa karena definisi dosa bukan hanya saat melakukan tetapi mulai dari pikiran. Pikiran yang melawan kehendak Bapa adalah dosa.

Jadi bagaimana penafsiran yang seharusnya? Yesus Kristus dengan Allah Bapa tidak pernah satu kali pun berselisih dan kontradiksi. Allah Tritunggal selalu sinkron, sehati sepikir, tidak pernah bertentangan. Karena itu di taman Getsemani Yesus sejalan dan sinkron dengan kehendak Bapa-Nya. Ia datang untuk menebus dosa manusia dengan cara Ia harus menjadi korban. Korban yang bagaimana? Korban penebus dosa: Saya yang harus mati menjadi korban. Konsep domba yang menggantikan digenapi dalam Kristus. Kristus harus dipersembahkan sebagai korban yang menggantikan saya dan saudara yang seharusnya mati. Mati di sini bukan diartikan mati jasmani melainkan mati rohani. Kristus bukan menggantikan mati jasmaninya kita. Kristus menggantikan upah dosa kita yaitu maut. Kristus yang kini mengalami maut. Penebusan Yesus Kristus secara jasmani menunjukkan bahwa tugas-Nya telah selesai. Sebelum Yesus Kristus mati Ia mengatakan, “sudah selesai”.

Tetapi ada orang yang mengatakan bahwa ketika Yesus mati belum selesai karena Ia masuk ke neraka dahulu sebelum bangkit. Salah! Yesus Kristus mengatakan sebelum mati, “Bapa ke dalam tangan-Mu kuserahkan nyawa-Ku.” Berarti Yesus kembali pada Bapa. Yesus juga mengatakan pada penjahat di sebelah-Nya, “pada hari ini juga engkau bersama-sama dengan Aku di Firdaus.” Yesus langsung kembali pada Bapa, masuk ke Firdaus ketika Ia mati. Lalu mengapa dalam pengakuan iman rasuli ada pernyataan turun ke dalam kerajaan maut? Pengakuan iman rasuli bukan urutan peristiwa melainkan pengakuan poin-poin tentang iman. Maksud turun ke dalam kerajaan maut: Yesus Kristus memang mengalami maut untuk menggantikan manusia yang harusnya mengalami maut.
Yesus Kristus mengalami maut ketika Ia mengatakan, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Inilah yang digumulkan Yesus begitu hebat di taman Getsemani! Yesus bukan takut disiksa, ditinggalkan murid-murid, tetapi Ia mengalami kegentaran karena harus mengalami keterpisahan dengan Bapa-Nya. Kegentaran ini sinkron dengan Bapa. Waktu Yesus Kristus mengatakan, “Bapa jikalau boleh biarlah cawan ini lalu daripada-Ku” pasti Bapa di surga juga mengatakan, “Saya juga tidak rela cawan ini Kau minum.” Keterpisahan antara Bapa dengan Anak bukan penderitaan Yesus sendiri tetapi juga penderitaan Bapa. Sebab itu waktu terpisah di kayu salib bumi gelap dalam waktu tiga jam. Waktu di taman Getsemani menunjukkan kesedihan dan dukacita yang mendalam bagi Anak dan Bapa di surga. Ini bukan pergumulan kemanusiaan Kristus melainkan pergumulan Allah Tritunggal. Allah Tritunggal tidak mungkin boleh terpisah tetapi harus terpisah demi kasih kepada manusia, sehingga terungkap kata-kata, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya barangsiapa yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.” Allah mengorbankan Anak-Nya bukan sekedar mengalami siksaan jasmani tetapi mengalami bayaran paling mahal yaitu terpisah dengan Bapa. Karena itu mari kita memberi yang terbaik bagi Allah yang sudah menyelamatkan kita.

PERGUMULAN YESUS KRISTUS DI TAMAN GETSEMANI


 Amin.