Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

INJIL KASIH KARUNIA YANG BENAR DAN PENGUDUSAN

Samuel T. Gunawan, SE, M.Th. 

INJIL KASIH KARUNIA YANG BENAR DAN PENGUDUSAN

INJIL KASIH KARUNIA YANG BENAR DAN PENGUDUSAN. “1:6 Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, 1:7 yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. 1:8 Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. 1:9 Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.” (Galatia1:6-9)

Injil kasih karunia merupakan nama yang diberikan kepada Injil yang diberitakan rasul Paulus (Efesus 3:1-11; 2 Timotius 2:8). Berdasarkan pengakuan rasul Paulus dalam Galatia 2;1-9 ada dua hal yang ditekankannya tentang Injil kasih karunia yang diberitakannya, yaitu : (1) bahwa Injil kasih karunia yang diberitakannya diantara orang bukan Yahudi adalah Injil yang diterimanya langsung berdasarkan pernyataan Tuhan Yesus Kristus, dan bukan didapatkannya dari 12 rasul. (2) Bahwa rasul-rasul lain tidak menambahkan kebenaran apapun kepadanya, tetapi sebaliknya ia yang yang menambahkan sesuatu kepada mereka, yaitu keselamatan bagi bangsa-bangsa Yahudi maupun non Yahudi karena kasih karunia oleh iman dalam Kristus, bukan karena upaya untuk menaati hukum Taurat (Bandingkan: Kisah Para Rasul 13:38-39; Galatia 2:16).

Injil kasih karunia adalah pesan yang konsisten dalam pemberitaan dan pengajaran rasul Paulus. Dalam Kisah Para Rasul, Lukas mencatat demikian, “Paulus dan Barnabas tinggal beberapa waktu lamanya di situ. Mereka mengajar dengan berani, karena mereka percaya kepada Tuhan. Dan Tuhan menguatkan berita tentang kasih karunia-Nya (tô logô tês kharitos autou) dengan mengaruniakan kepada mereka kuasa untuk mengadakan tanda-tanda dan mujizat-mujizat” (Kisah Para Rasul 14:3).  Selanjutnya Lukas juga  mencatat pengakuan rasul Paulus demikian, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah (diamarturasthai  to euaggelion tês kharitos tou theou)” (Kisah Para Rasul 20:24). Jelaslah bahwa rasul Paulus adalah rasul yang dipilih dan diurapi Tuhan untuk memberitakan Injil kasih karunia (Galatia 1:15; Efesus 1:4). Dibandingkan semua rasul yang lainnya, rasul Paulus adalah rasul yang paling banyak mengungkapkan isi hati Allah bagi umat Perjanjian Baru melalui surat-surat kirimannya. Lebih dari dua pertiga Perjanjian Baru di tulis oleh Paulus. Surat-surat kepada jemaat di Galatia, Tesalonika (1 dan 2 Tesalonika), Korintus (1 dan 2 Korintus), dan jemaat di Roma adalah surat-surat Paulus yang ditulis Paulus dalam Perjalanan misi pertama, misi kedua, dan misi ketiganya. Surat-surat kepada jemaat di Efesus, Kolose dan Filipi, serta surat pribadi kepada Filemon adalah surat-surat yang ditulis rasul Paulus dari balik penjara, saat ia di penjara karena pemberitaan tentang Injil kasih karunia (Efesus 3:1; 4:1). Sedangkan surat-surat penggembalaan di tujukan kepada Timotius (1 dan 2 Timotius) dan kepada Titus. Allah berkenan memakai rasul Paulus untuk menyingkapkan maksudNya bagi jemaat Perjanjian Baru.

DISELAMATKAN KARENA ANUGERAH OLEH IMAN

John Calvin menyatakan bahwa “pertobatan adalah hasil yang tidak dapat dielakkan dari iman. Itu tidak pernah dipandang sebagai mendahului iman, .. tidak seorangpun akan sungguh-sungguh memuja-muja Allah kecuali ia yang mempercayai bahwa Allah itu baik baginya. Akan tetapi itu tidak berarti bahwa suatu masa waktu perlu lewat sebelum iman melahirkan pertobatan; tetapi, pertobatan pada dasarnya dan langsung mengalir dari iman. Menempatkan pertobatan sebelum iman dapat menghasilkan doktrin tentang persiapan yang salah, mirip dengan teologi Roma Katolik, yang memandang perbuatan penebusan dosa (penance) sebagai kontribusi terhadap pembenaran orang-orang percaya.” (Hall, David W & Peter A. Lillback., Penuntun Ke Dalam Theologi Institutes Calvin: Esai-esai dan Analisis. hal. 335). Walaupun secara kronologis iman dan pertobatan terjadi bersamaan (satu paket yang dikenal dengan konversi), namun secara logis saya berkeyakinan (mengikuti Calvin, Murray, dan Boice) bahwa iman mendahului pertobatan, dan regenerasi mendahului konversi. Regenerasi ini memampukan seseorang untuk dan percaya kepada Kristus bagi keselamatannya bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respon di dalam pertobatan melalui iman hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan yang baru kepadanya. Iman dan pertobatan disebut dengan istilah perpalingan (convertion). Bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dari dosa-dosa dan iman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44).

Jadi keselamatan adalah anugerah yang diterima melalui iman. Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”. (Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263). Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya. Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12). Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamatkan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi).

DIBENARKAN KARENA BERIMAN DI DALAM KRISTUS

Rasul Paulus memberikan pernyataan yang tegas dalam Roma 5:1-2, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”. Alkitab mengajarkan bahwa setelah kematian Kristus di kayu salib, Tuhan memberikan kebenaran bukan kepada orang-orang yang mematuhi hukum Taurat (Galatia 2:16), melainkan kepada siapapun yang percaya kepada AnakNya, Yesus Kristus.  Karena Kristus menanggung kesalahan kita di kayu salib dan memberikan kepada kita kebenaran (2 Korintus 5:21), saat kita percaya kepadaNya, Tuhan menganggap kita benar terlepas dari perbuatan atau kepatuhan kita (Bandingkan Roma 4:5-8). Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan  dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). Kita membutuhkan iman untuk mepercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus.

Inilah fakta kebenaran dalam Perjanjian Baru, kebenaran yang timbul dari iman dan bukan perbuatan. Artinya, kita tidak dibenarkan karena kita bermoral dan berbuat baik; juga bukan karena kita melakukan disiplin rohani setiap hari, seperti membaca Alkitab dan berdoa. Kita dibenarkan bukan karena kita merasa orang benar. Pembenaran tidak berhubungan dengan kelakukan (tingkah laku) kita yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar. Kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Yesus Kristus hanya karena pengorbanan Yesus yang menjadikan kita demikian. Bagaimana kita menerima pembenaran ini? Kita menerimaNya melalui karya Kristus di kayu salib. Kristus yang tidak berdosa dibuatNya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan di dalam Dia. Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan  dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). Kita membutuhkan iman untuk mempercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan.

Rasul Paulus menegaskan pentingnya hidup di dalam kasih karunia dengan berkata, “kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia” (Galatia 5:4). Bagi orang percaya, pembenaran tidak lagi tergantung kepada kepatuhannya terhadap hukum Taurat (legalisme), baik secara keseluruhan maupun sebagian (parsial) tetapi berdasarkan kasih karunia dalam Kristus. Paulus mengatakan, “Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (Roma 5:20-21).

Kebenaran yang kita miliki adalah sebuah anugerah (Roma 5:21). Apakah anugerah itu? Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” seringkali oleh beberapa orang disamakan dengan “belas kasihan”. Pengertian dari dua istilah ini seharusnya dibedakan. Anugerah, disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita tidak pantas untuk menerimanya. Sedangkan belas kasihan (mercy), yang disebut juga rahmat adalah tindakan Allah yang tidak memberikan kepada kita apa yang sepatutnya kita terima, yaitu penghakiman dan ke neraka untuk selama-lamanya. Allah yang kaya dengan rahmatNya, Ia menahan murkaNya, dan sebaliknya memberi kita anugerahNya (Efesus 2:4). Jadi, kasih Allah yang besar itu (Yohanes 3:16), dinyatakan dalam kemurahanNya melalui dua pemberian, yaitu anugerah dan rahmat. Perbedaan itu dapat digambarkan demikian, “Jika seseorang membunuh anak laki-laki anda dan dihukum mati, dan anda membiarkan hukuman berlaku itu adalah keadilan. Jika anda menyatakan supaya si pembunuh jangan dihukum mati, itulah belas kasihan atau rahmat. Jadi si pembunuh tidak menerima apa yang seharusnya dia terima karena kejahatannya. Namun, jika anda membawa si pembunuh anak anda itu ke rumah anda dan mengadopsinya sebagai anak anda, dan memberi dia seluruh kasih dan hak-hak istimewa serta warisan yang akan anda berikan kepada anak anda, itu kasih karunia atau anugerah.”

Rasul Paulus dalam Galatia 3:11, mengatakan bahwa tidak seorangpun akan dibenarkan dengan mematuhi hukum Taurat. Jika pembenaran dalam Perjanjian Lama dilihat berdasarkan perbuatan ketaatan pada hukum Taurat, maka pembenaran dalam Perjanjian Baru berdasarkan kasih karunia dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan. Kita tahu bahwa rasul Paulus lahir dan dibesarkan dalam keluarga Yahudi yang ketat terhadap hukum Taurat dan tradisi Yahudi. Ia adalah seorang lulusan terbaik dari sekolah Farisi di Yerusalem, dibawah bimbingan Gamaliel (Filipi 3:5; Galatia 1:13-14; Kisah Para Rasul 5:34). Kita juga tahu, bahwa Gamaliel yang membimbing Paulus dalam hukum Taurat dan tradisi Yahudi adalah seorang pakar hukum Taurat, satu-satunya dari tujuh sarjana dalam sejarah bangsa Yahudi yang menerima sebutan “Rabban (tuan kami)”. Tetapi, rasul Paulus dengan tegas menolak para pengajar Yudaiser (Yahudi Kristen) yang menghasut dan mempengaruhi orang-orang Kristen yang masih baru di Galatia agar kembali ke legalisme hukum Taurat dengan cara memaksa mereka agar disunat  dan mengikat diri dengan hukum Taurat sebagai syarat utama untuk diselamatkan dan menjadi anggota gereja (Galatia 5). Paulus menyampaikan ajaran dan pendiriannya bahwa satu-satunya syarat untuk selamat adalah iman kepada Yesus Kristus sebagai  Tuhan dan Juruselamat (Galatia 2:16), dan bahwa syarat-syarat yang dituntut hukum Taurat tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kasih karunia Allah dalam Kristus untuk keselamatan (Galatia 5:1-6). Perhatikan juga kalimat akhir dalam khotbah Paulus pada waktu ia berada di Antiokhia dalam Kisah Para Rasul 13:14-41, yang menegaskan, “Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa” (Kisah Para Rasul 13:38-39).

FAKTA-FAKTA DASAR DALAM INJIL KASIH KARUNIA

Pertanyaannya ialah: Apakah Injil kasih karunia yang diberitakan Paulus itu? Berdasarkan Roma 1:16-17; 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; Galatia 1:12; 2 Timotius 2:8, bahwa karakteristik dan signifikansi Injil yang diberitakan Paulus adalah sebagai berikut:

Pertama, karakteristik dari Injil kasih karunia itu adalah bahwa “injil itu adalah kekuatan Allah; Injil itu menyelamatkan; Injil itu adalah kebenaran Allah; Injil itu mengajarkan tentang orang yang benar hidup oleh iman; dan Injil itu adalah pernyataan Yesus sendiri” (Roma 1:16-17; Galatia 1:12).

Kedua, signifikansi dari Injil kasih karunia itu adalah berita (kabar) bahwa “Yesus diserahkan untuk menerima hukuman mati atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh kita manusia; Allah telah membangkitkan Kristus kemnbali dari antara orang mati; Kita akan dibenarkan (dinyatakan benar) dihadapan Allah apabila kita percaya akan berita mengenai kematian dan kebangkitan Yesus demi umat manusia itu; dan bahwa Kristus  telah mati untuk dosa-dosa kita, telah dikuburkan, dan Ia bangkit kembali pada hari yang ketiga” (Roma 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; 2 Timotius 2:8).

Jika kita gabungkan ayat-ayat di atas maka kita akan menemukan fakta-fakta dasar yang diberitakan rasul Paulus dalam Injil kasih karunia yang menyelamatkan itu, sebagai berikut : (1) Kristus telah diserahkan oleh Allah Bapa untuk menerima hukuman mati (di kayu salib) atas dosa-dosa yang telah kita lakukan (disini terjadi karya pendamaian, penggantian, penebusan, pengampunan dan pembenaran); (2) Kristus telah dikuburkan; (3) Allah membangkitkan Dia dari antara orang-orang mati pada hari yang ketiga; (4) Kita akan menerima kebenaran (dibenarkan oleh) Allah apabila kita percaya akan semua fakta ini. Inilah fakta penting dan sederhana; tidak perlu ada embel-embel dan tambahan lainnya dari berita Injil yang menyelamatkan. Inilah Injil kasih karunia! 

KESALAHPAHAMAN TENTANG INJIL KASIH KARUNIA

Telah ada kekeliruan tentang Injil kasih karunia yang sejati, kekeliruan itu antara lain : Pertama, ada yang mengajarkan bahwa injil tidak berurusan dengan dosa. Ajaran ini jelas keliru! Karena, sebenarnya Injil adalah cara Allah menyelesaikan masalah dosa yang tidak bisa diselesaikan oleh manusia (1 Korintus 15:1-4); Kedua, ada yang mengajarkan bahwa kita perlu menyampaikan  injil yang berbeda untuk kelompok usia yang berbeda, yaitu Injil untuk lansia, Injil untuk para pemuda, dan Injil untuk anak-anak. Ini jelas keliru! Sebab Alkitab mengajarkan Injil yang sama untuk semua orang (Roma 1:16; Galatia 3:26-28); Ketiga, ada yang mengajarkan bahwa Injil akan diterima bila disampaikan dengan kepandaian dan dengan metode tertentu. Ini juga salah dan bertentangan dengan keyakinan rasul Paulus (1 Korintus 1:17-31; 2:4; 4:20); Keempat, ada yang menganggap bahwa kita diselamatkan karena perbuatan-perbuatan dan bukan hanya karena percaya pada Injil. Ini juga keliru karena membawa orang Kristen kepada legalisme (Galatia 3:1-8); Kelima,  ada yang menganggap bahwa baptisan air adalah Injil yang menyelamatkan (1 Korintus 1:17). Ini juga keliru karena Alkitab menunjukkan bahwa baptisan air bukanlah anugerah yang menyelamatkan atau pun syarat keselamatan (1 Korintus 1:17).

Baptisan air itu penting tetapi bukanlah syarat keselamatan. Makna Baptisan air adalah: (1) Tanda (kepada) pertobatan (Matius 3:11); (2) Tanda ketataan kepada perintah Tuhan, bahwa seseorang telah lahir baru atau telah diselamatkan (Matius 28:18,19); (3) Tanda simbolik dari persatuan dengan kematian dan kebangkitan Kristus. Artinya, orang percaya yang telah lahir baru (atau dibaptis Roh Kudus), telah bersatu dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya, dan secara simbolik persatuan tersebut ditunjukkan melalui peristiwa baptisan air  (Roma 6); (4) Merupakan upacara (inisiasi) masuknya seseorang ke dalam keanggotaan tubuh Kristus yang kelihatan,  disebut keanggotaan gereja lokal. (5) Merupakan kesaksian bahwa kita  telah dimeteraikan dan menerima hidup baru dan mengambil bagian dalam kematian dan kebangkitan Kristus (Roma 6:3-6). (6) Tanda bahwa kita menjadi pengikut atau murid Kristus yang sah (Matius 28:19,20).

AJARAN YANG SALAH TENTANG KASIH KARUNIA DAN KUTUK KARENA MEMUTARBALIKAN INJIL

Ajaran tentang kasih karunia telah disalah mengerti. Ajaran ini oleh beberapa orang dianggap sebagai ajaran murahan karena menekankan keselamatan bukan berdasarkan perbuatan tetapi semata-mata pemberian Allah. Kesalahpahaman ini sebenarnya muncul karena ada ajaran yang keliru tentang kasih karunia dalam Kekristenan. Dua pandangan yang mengajarkan secara keliru (sesat) tentang kasih karunia adalah universalisme dan antinominianisme. Orang-orang yang tidak dapat membedakan ajaran kasih karunia yang sejati dari kedua ajaran sesat (universalisme dan antinominianisme) tersebut segera menuduh setiap orang yang mengajarkan ajaran kasih karunia itu sama dengan universalisme atau pun antinominianisme. Disinilah kekeliruannya: menyamakan dan tidak bisa membedakan universalisme dan antinominianisme dari ajaran kasih karunia yang sejati, seperti yang diajarkan dalam Alkitab! Dan inilah akar dari kesalapahaman tersebut.

Pertama, ajaran sesat universalisme.  Para pengikut ajaran ini beranggapan bahwa semua orang cepat atau lambat akan diselamatkan. Mereka menyatakan bahwa karena kasih karunia Tuhan maka semua orang akan diselamatkan meskipun semuanya tidak menyadari hal itu. Ajaran yang lebih baru dari universalisme mengajarkan bahwa semua orang saat ini diselamatkan,  bahkan tanpa mempercayai Yesus Kristus. Universalisme juga mengajarkan bahwa neraka dan penghukuman kekal tidak sesuai dengan sifat kasih dan kemahakuasaan Tuhan. Pandangan ini mengajarkan bahwa pada akhirnya semua orang akan diselamatkan. Pandangan dari universalisme klasik mengajarkan bahwa orang-orang yang telah hidup dengan tidak bertanggung jawab akan dihukum segera setelah kematian, tetapi tidak seorang pun akan dihukum secara kekal. Dengan kata lain, penghukuman tersebut bersifat sementara sambil menanti datangnya keselamatan. Sedangkan neo universalisme mengajarkan bawa semua orang saat ini diselamatkan, meskipun semuanya tidak menyadari hal itu. Saya menegaskan bahwa ajaran seperti itu adalah adalah dusta dari Iblis. Karena Alkitab mengajarkan bahwa keselamatan hanya melalui Yesus Kristus (Yohanes 3:16; Kisah Para Rasul 4:12).

Kedua, ajaran sesat antinominianism.  Para pengikut ajaran ini beranggapan bahwa kebebasan orang Kristen sama dengan kemerdekaan dari hukum. Antinomianisme secara harafiah berarti anti hukum. Penganut pandangan ini menolak untuk melakukan hukum Allah. Kesalahan dari pandangan ini terutama adalah  bahwa anugerah dipakai sebagai ijin bagi ketidaktaatan. Sebenarnya, orang Kristen memang telah dibebaskan dari hukum Taurat dan segala tuntutannya, tetapi bukan dari hukum Allah. Artinya orang Kristen bukanlah hidup tanpa hukum Allah yang mengaturnya karena saat ini mereka  hidup berdasarkan hukum Kristus (Galatia 6:2). Kita dibebaskan dari hukum Taurat itu. Lalu, apakah hal ini berarti bahwa kita bebas melanggar hukum Taurat jika kita tidak lagi berada di bawah kekuasaannya? Sama sekali tidak! Dibebaskan dari hukum Taurat oleh Kristus tidak berarti bebas untuk melakukan dosa. Dibebaskan dari dosa tidaklah sama dengan bebas berbuat dosa! Karena kita tidak hanya mati bagi hukum Taurat, tetapi juga mati bagi dosa (Roma 6:2). Artinya, kita tidak lagi berada dibawah kekuasaan dosa. Dosa tidak lagi berkuasa atas orang yang percaya, hal ini karena mereka tidak lagi berada dibawah hukum Taurat. Sebab orang yang berada dibawah hukum Taurat, ia juga berada di bawah kekuasaan dosa (1 Korintus 15:56; Roma 7:5-6). Jadi, kebebasan Kristen bukan berarti hidup tanpa hukum, sebab setiap orang Kristen akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri dihadapan Tuhan (Roma 14:12). Lawan dari kebebasan adalah perhambaan, dan orang Kristen sejati telah dibawa dari perhambaan dosa menuju suatu kedudukan yang merdeka dari perhambaan tersebut di dalam Kristus (Roma 6:6, 16-22; Galatia 5:1). Lawan dari antinominianisme adalah ketaatan pada hukum. Tetapi, taat pada hukum yang mana? Tentu saja bagi orang Kristen yang dimaksud adalah taat pada hukum Kristus.

Rasul Paulus menyebutkan adanya Injil lain yang berbeda dari Injil kasih karunia yang diberitakannya (Galatia 1:6-7). Terhadap hal tersebut rasul Paulus sangat marah sehingga ia menyatakan, “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah (anathema ) dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah (anathema ) dia” (Galatia 1:8-9). Kata Yunani “anathema (αναθεμα)” disini berarti “dihukum untuk binasa dan akan menerima murka Allah”. Paulus hanya dua kali menyebut anathema ini, yaitu dalam hubungannya dengan orang yang tidak mengasihi Tuhan (1 Korintus 16:22) dan orang yang memutarbalikan Injil (Galatia 1:8-9). Kepada mereka yang memberitakan Injil yang lain dari yang telah diberitakan Paulus sebagaimana yang dinyatakan oleh Kristus kepadanya, rasul Paulus menegaskan bahwa hukuman  (anathema) Allah ada pada orang tersebut.

CIRI-CIRI DARI AJARAN KASIH KARUNIA YANG BENAR 

Pertama, ajaran kasih karunia yang benar dalam Perjanjian Baru selalu berhubungan dengan Pribadi Kristus dan karyaNya yang sempurna (sudah selesai) di kayu salib. Ketika disalib sebelum mati Yesus berkata “sudah selesai” (Yohanes 19:30). Kata “sudah selesai” adalah kata Yunani “τετελεσται - tetelestai” ini berasal dari kata kerja τελεω – teleô, artinya "mencapai tujuan akhir, menyelesaikan, menjadi sempurna”. Kata ini menyatakan keberhasilan akhir dari sebuah tindakan. Paul Enns menyatakan, “Karya Kristus sesuai dengan tujuanNya datang ke dunia, digenapkan dalam Yohanes  19:30. Setelah enam jam di atas kayu salib Yesus berseru ‘sudah selesai!’ (Yunani: Tetelestai). Yesus tidak mengatakan ‘saya telah selesai!’, tetapi ‘sudah selesai!’. Ia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepadaNya; karya keselamatan telah diselesaikan.  Tensa bentuk lampau dari kata kerja ‘tetelestai’ dapat diterjemahkan ‘hal itu akan tetap selesai’, artinya pekerjaan itu untuk selamanya selesai dan akibat dari selesainya pekerjaan itu terus berlaku”. (Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 167). Ditempat lain, Paul Enns mengatakan, “bagaimana Kristus mencapai pendamaian? Melalui kematianNya (Roma 5:10). Karena Kristus adalah Allah, kematianNya tak ternilai hargaNya, menyediakan pendamaian bagi dunia. Hal ini signifikan karena kematian Kristus menjadikan dunia bisa diselamatkan”. (Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2 Terjemahan, Penerbit Interaksara: Malang, hal. 124). Berita pendamaian yang sudah selesai Yesus kerjakan itu harus disampaikan kepada dunia oleh orang-orang percaya melalui pemberitaan Injil dengan panggilan “berilah dirimu didamaikan dengan Allah” (2 Korintus 5:20), dan “percayalah kepada Yesus Kristus maka engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:31). Yesus selalu dimuliakan saat Injil kasih Karunia diberitakan. Tidak ada Injil kasih karunia tanpa Yesus Kristus! Karena itu, tidak ada pengajaran kasih karunia tanpa Yesus Kristus. Kita tidak dapat memisahkan Yesus Kristus dari Injil kasih karunia. Jika ada orang-orang yang mengajarkan Injil kasih karunia terlepas dari Kristus atau dengan kata lain tidak memuliakan Kristus dan karya-karyaNya, itu bukanlah Injil kasih karunia.

Kedua, dalam Injil kasih karunia, Allah mengubah orang berdosa menjadi orang benar (Roma 3:21-26) dengan cara menjadikan kita benar dalam Kristus (2 Korintus 5:21) dan memberikan anugerah kebenaran kepada orang percaya (Roma 5:17). Pada saat kita menerima Kristus, kita ditempatkan dalam Kristus, dan seketika itu juga kita dibenarkan! Rasul Paulus mengatakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan (dikaiothentes) karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 5:1). Pembenaran adalah tindakan yudisial Allah yang mendeklarasikan bahwa orang berdosa yang percaya dalam Kristus sebagai orang yang dibenarkan. Pembenaran, berdasarkan kata Yunani “dikaioo (dibenarkan)” dalam ayat di atas memiliki baik aspek negatif maupun positif. Secara negatif, pembenaran berarti “Allah mengangkat dosa orang percaya”; dan secara positif, pembenaran berarti “Allah menganugerahkan kebenaran Kristus kepada orang-orang percaya” (Bandingkan Roma 3:24, 28; 5:9; Galatia 2:16). Pembenaran menyangkut pelimpahan kebenaran atas orang percaya  dan berhak atas semua berkat yang dijanjikan atas orang benar. Jadi pembenaran bukan karena kita melainkan karena Kristus. Kebenaran Kristus yang dimputasikan (dipertalikan) kepada kita telah memenuhi segala tuntutan Allah, dan kita menerima kebenaran ini dengan iman (Roma 5:1-2). Jadi, kebenaran yang dimiliki orang Kristen adalah anugerah (Roma 3:24; 5:17).

Ketiga,  dalam Injil kasih karunia, pembenaran orang Kristen (yang diperhitungkan dalam kematian Kristus) dibuktikan oleh kesucian hidup. Artinya, kita yang benar-benar telah diselamatkan (dibenarkan) tentulah akan menunjukkan buah dari kehidupan yang kudus. Perhatikan kata-kata rasul Paulus, “Sebab siapa yang telah mati (harafiah: dibenarkan), ia telah bebas dari dosa” (Roma 6:7). Jadi disini rasul Paulus jelas menghubungkan kematian Kristus dengan penghukuman sifat dosa yang dimiliki orang percaya (Baca: Roma 6:1-14). Artinya, kita telah dibebaskan dari dosa, sehingga dosa tidak lagi menguasai kita. Kita diikutsertakan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya. Hal inilah yang sesungguhnya menghasilkan pemindahan kekuasaan kehidupan lama kepada kekuasaan kehidupan baru. Kematian terhadap dosa bukanlah sesuatu yang abstrak dan sekedar harapan, melainkan kenyataan, karena Kristus telah mati bagi dosa dan kita diikutsertakan dengan Dia dalam kematianNya itu. Jadi pembenaran akan terlihat dalam kehidupan yang kudus. Iman yang tidak mengasilkan buah (kehidupan) yang kudus (baik) bukanlah iman sejati (Yakobus 2:14-17). Dengan demikian, ajaran tentang kasih karunia yang sejati harus dihubungan dengan kehidupan yang kudus.

KASIH KARUNIA DAN PENGUDUSAN

Di atas telah disebut hubungan antara kasih karunia dan pengudusan, bahwa dalam Injil kasih karunia, pembenaran orang Kristen (yang diperhitungkan dalam kematian Kristus) dibuktikan oleh kesucian hidup. Artinya, kita yang benar-benar telah diselamatkan (dibenarkan) tentulah akan menunjukkan buah dari kehidupan yang kudus. Di dalam teologi Kristen, khususnya soteriologi, dikenal tiga macam pengudusan (sanctification), yaitu, yaitu pengudusan judikal, pengudusan progresif, dan pengudusan sempurna.

1.  Pengudusan judikal (positional sanctification)disebut juga pengudusan posisional atau pengudusan awal, sebagian orang menyebutnya sebagai peng udusan yang definitif yang berhubungan dengan status “hidup baru” di dalam Kristus. Pengudusan dimulai ketika seseorang berdosa dilahirkan baru (regeneration) dalam Kristus oleh Roh Kudus. Pada saat regenerasi, terjadi suatu perubahan radikal dari kematian rohani menjadi kehidupan rohani yang dikerjakan oleh Roh Kudus yang memampukan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Paulus mengatakan, “ telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan -” (Efesus 2:5). Disini, kata kerja yang diterjemahkan “menghidupkan” adalah “synezoopoiesen”, memakai bentuk aorist tense yang berarti tindakan yang seketika atau sekejap. Jadi, setelah lahir baru, saat dimana orang perceya menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya secara pribadi, posisi orang percaya disebut sebagai orang kudus. Itulah sebabnya sekalipun jemaat di Korintus masih jatuh bangun dalam dosa, bahkan banyak melakukan dosa yang parah, Paulus tetap menyebut mereka sebagai orang Kudus (1 Korintus 1:1-2).  

2. pengudusan progresif (progressive sanctification). Pengudusan dapat dilihat sebagai seketika (defenitif) dan juga sebagai suatu proses (progresif). Dalam pengertian definitif, pengudusan berarti karya roh Kudus yang dengannya Roh Kudus menyebabkan kita mati terhadap dosa, dibangkitkan bersama dengan Kristus dan dijadikan ciptaan baru. Dalam pengertian Progresif, pengudusan berarti karya Roh Kudus yang dengannya Roh Kudus secara terus menerus memperbaharui dan mentransformasikan orang percaya ke dalam keserupaan dengan Kristus, memampukan mereka untuk terus menerus bertumbuh dalam anugerah dan terus menyempurnakan (Yunani: “teleios”) kekudusan mereka. Alkitab mengajarkan bahwa terdapat suatu pengertian dimana pengudusan merupakan proses seumur hidup dan karenannya bersifat progresif. Walau pun pengudusan pada keseluruhannya merupkan karya Allah dari awal sampai akhir, tetapi partisipasi aktif dari orang percaya juga diwajibkan. Itu sebabnya orang percaya, setelah dikuduskan harus hidup dalam kehidupan yang kudus setiap hari (1 Tesalonika 5:23; Ibrani 10:14; 2 Petrus 3:18). Rasul Paulus  meminta kepada jemaat di Roma supaya mereka “demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1). Regenerasi merupakan pemberian hidup yang baru, maka artinya regenerasi merupakan awal dari proses pembaharuan hidup. Dengan demikian, orang yang lahir baru telah mengalami langkah pertama dari pembaharuan hidup. Selanjutnya, orang percaya wajib mengusahakan hidup suci, mengejar kekudusan secara terus menerus. Alkitab menyebutnya dengan istilah “pengudusan”, yang bersifat dinamis bukan statis, yang progresif bukan seketika; yang memerlukan pembaharuan, pertumbuhan dan transformasi terus menerus.

Selanjutnya, rasul Paulus mengingatkan “..karena kamu telah menanggalkan (apekdysamenoi) manusia lama (palaion anthropos) serta kelakuannya, dan telah mengenakan (endysamneoi) manusia baru (kainon anhtropos) yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya”  (Kolose 3:9-10). Paulus dalam ayat ini bukan bermaksud memberitahukan bahwa orang-orang percaya di Kolose, sekarang atau setiap hari harus menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru berulang-ulang kali, tetapi Paulus menegaskan bahwa mereka telah mengalaminya pada saat regenerasi dan telah melakukannya perubahan ini ketika mereka pada saat konversi menerima dengan iman apa yang telah dikerjakan Kristus bagi mereka. Kata Yunani menanggalkan (apekdysamenoi) dan mengenakan (endysamneoi) menggunakan bentuk aorist tense yang mendeskripsikan kejadian seketika; Jadi Paulus sedang merujuk kepada apa yang telah dilakukan orang percaya di Kolose ini di masa yang lalu.  Lalu apakah yang dimaksud Paulus dengan frase “terus menerus diperbaharui”? Walaupun orang-orang percaya adalah pribadi-pribadi baru, akan tetapi mereka belumlah mencapai kesempurnaan yang tanpa dosa; mereka masih harus bergumul melawan dosa. Pembaharuan ini merupakan proses seumur hidup. frase ini menjelaskan kepada kita bahwa setelah lahir baru kita harus terus menerus mengalami proses pengudusan mencakup pengudusan pikiran, kehendak, emosi, dan hati nurani.

Paulus juga mengingatkan orang percaya “supaya kamu dibaharui (ananeousthai) di dalam roh dan pikiranmu” (Efesus 4:23). Bentuk infinitif ananeousthai yang diterjemahkan dengan “dibaharui” adalah bentuk present tense yang menunjuk kepada suatu proses yang berkelanjutan. Jadi, orang-orang percaya yang telah lahir baru dan menjadi ciptaan baru di dalam Kristus masih diperintahkan untuk mematikan perbuatan-perbuatan daging dan segala sesuatu yang berdosa di dalam diri mereka beruapa keinginan-keinginan daging (Roma 8:13; Kolose 3:5), serta menyucikan diri dari segala sesuatu yang mencemari tubuh dan roh (2 Korintus 7:1). Rasul Paulus mendorong Timotius untuk agar selalu menyucikan dirinya terus menerus, sebab “Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni” (2 Timotius 2:21-22).

3.  Pengudusan sempurna (perfected sanctification). Pengudusan yang sempurna disebut juga pengudusan akhir atau lengkap.  Ini merupakan pemuliaan (glorification) dan penyempurnaan yang terjadi pada saat Yesus Kristus datang kembali untuk menjemput GerejaNya. Pada akhir zaman ketika nafiri terakhir dibunyikan, semua orang percaya akan diubahkan dalam sekejab mata menjadi tubuh kemuliaan. Paulus menyatakan “Ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal. Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan” (1 Tesalonika 4:15-17). Disini, Paulus menghubungkan kedatangan Kristus dengan kebangkitan orang percaya dan pengubahan tubuh orang percaya yang masih hidup. Bersamaan dengan kebangkitan orang percaya yang mati dalam Kristus maka orang-orang percaya yang masih hidup tubuhnya akan diubah. Kebangkitan dan pengubahan tubuh orang percaya terjadi secara bersamaan dengan sekejap atau seketika. Tubuh orang-orang percaya akan diubah menjadi tubuh yang mulia seperti tubuh Tuhan Yesus. Paulus menghibur jemaat di Korintus dengan berkata “Sesungguhnya aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah. Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati” (1 Korintus 15:51). Pada saat itu segala ketidaksempurnaan kita dan akar dosa dihapuskan dari tubuh orang percaya (1 Tesalonika 3:13; 5:23,24; Ibrani 6:1,2).INJIL KASIH KARUNIA YANG BENAR DAN PENGUDUSAN.

REFERENSI
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Keselamaan. Jilid 4, Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Boice, James M.,  2011. Dasar-dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit  Momentum: Jakarta.
Carson, D.A., 2009. Kesalahan-Kesalahan Eksegetis. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian DoctrineTerjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang.
Cornish, Rick.,  2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit  Pionir Jaya : Bandung.
Douglas,  J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
______________., 2000. Approaching God. Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam.
Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan, terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fee, Gordon D., 2008. New Testament Exegesis. Edisi Ketiga. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
____________., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta.
Gunawan, Samuel., 2014. Kharismatik Yang Kukenal dan Kuyakini. Penerbit Bintang Fajar Ministries: Palangka Raya.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru.  Jilid 3, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.
__________________., 2009. Pengantar Perjanjian Baru. Jilid 2 Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Hall, David W & Peter A. Lillback., 2009. Penuntun Ke Dalam Theologi Institutes Calvin: Esai-esai dan Analisis. Terjemahan, Penerbit  Momentum : Jakarta.
Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah, Penerbit  Momentum : Jakarta.
Marxsen, Willi., 2012. Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-masalahnya.  Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.
Murray, John., 1999. Penerapan dan Penggenapan Penebusan. Terjemahan, Penerbit  Momentum : Jakarta.
Nggadas, Deky Hidnas Yan., 2013. Paradigma Eksegetis Penting dan Harus. Penerbit Indie Publising: Depok.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His TheologyTerjemahan, Penerbit  Momentum : Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi DasarJilid 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Scahnabal, Echhard J., 2010. Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Stategi dan Metode Misi Rasul Paulus. Terj, Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
______________., 2000. Mengenali Alkitab. Edisi revisi, terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Soedarmo, R., 2000. Ikhtisar Dogmatika. Cetakan ke-11. Penerbit BPK : Jakarta.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stuart, Douglas & Gordon D. Fee., 2011. Hermeneutik: Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
___________., 2011. Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab.  Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession Of Faith. Terjemahan, Penerbit  Momentum: Jakarta.
Swindoll, Charles R., 1999. The Grace AwakeningTerjemahan, Penerbit Interaksara: Batam.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New TestamentTerjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.